Blogger Widgets GUNUNG PADANG | WAP'S BLOG

Pages

Jumat, 27 Februari 2015

GUNUNG PADANG


Situs Gunung Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.

Penemuan
Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914. Sejarawan Belanda, N. J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun 1949. Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk setempat, Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka, mengenai keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede[1]. Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi yang dilakukan Puslit Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini.
Lokasi
Lokasi situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam[1]. Tempat ini sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat.[2] Penduduk menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi, raja Sunda, berusaha membangun istana dalam semalam.
Fungsi
Fungsi situs Gunungpadang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun SM.[2] Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada[3]. Selain Gunungpadang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur yang merupakan peninggalan periode megalitikum.
Penelitian
Sejak Maret 2011, tim peneliti katastrofi purba yang dibentuk kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam survei untuk melihat aktifitas sesar aktif Cimandiri yang melintas dari Pelabuhan Ratu sampai Padalarang melewati Gunung Padang. Ketika tim melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang diketahui tidak ada intrusi magma. Kemudian tim peneliti melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang secara lebih lengkap dengan metodologi geofisika, yakni geolistrik, georadar, dan geomagnet di kawasan Situs tersebut. Hasilnya, semakin meyakinkan bahwa Gunung Padang sebuah bukit yang dibuat atau dibentuk oleh manusia (man-made). Pada November 2011, tim yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja,[4] terdiri dari pakar kebumian ini semakin meyakini bahwa Gunung Padang dibuat oleh manusia masa lampau yang pernah hidup di wilayah itu.
Survei Pemerintah Indonesia
Hasil survei dan penelitian kemudian dipresentasikan pada berbagai pertemuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional, bahkan mendapat apresiasi dari Prof. Dr. Oppenheimer. Kemudian tim katastrofi purba menginisiasi pembentukan tim peneliti yang difokuskan untuk melakukan studi lanjutan di Gunung Padang[5], dimana para anggota peneliti diperluas dan melibatkan berbagai bidang disiplin ilmu dan berbagai keahlian. Sebut saja Dr. Ali Akbar seorang peneliti prasejarah dari Universitas Indonesia, yang memimpin penelitian bidang arkeologi. Kemudian Pon Purajatnika, M.Sc., memimpin penelitian bidang arsitektur dan kewilayahan, Dr. Budianto Ontowirjo memimpin penelitian sipil struktur, dan Dr. Andang Bachtiar seorang pakar paleosedimentologi, memimpin penelitian pada lapisan-lapisan sedimen di Gunung Padang. Seluruh tim peneliti itu tergabung dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang yang difasilitasi kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Menariknya seluruh pembiayaan penelitian dilakukan secara swadaya para anggota peneliti.[6]
Berbagai temuan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang ini akhirnya dilakukan uji radiometrik karbon (carbon dating, C14). Menariknya hasil uji karbon pada laboratorium Beta Miami, di Florida AS, menera bahwa karbon yang didapat dari pengeboran pada kedalaman 5 meter sampai dengan 12 meter berusia 14.500-25.000 tahun. Hasil laporan selengkapnya sebagai-berikut:
Bangunan di bawah permukaan situs Gunung Padang terbukti secara ilmiah lebih tua dari Piramida Giza.[7] Hal ini merujuk pada hasil pengujian karbon dating Laboratorium Batan (Indonesia) dengan metoda LSC C14 dari material paleosoil di kedalaman -4m pada lokasi bor coring 1, usia material paleosoil adalah 5500 +130 tahun BP yang lalu. Sedangkan pengujian material pasir di kedalaman -8 s.d. -10 m pada lokasi coring bor 2 adalah 11000 + 150 tahun.
Hasil Laboratorium Beta Analytic Miami
Hasil mengejutkan dan konsisten dikeluarkan oleh laboratorium Beta Analytic Miami, Florida,minggu lalu tambahnya dimana umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter bada bor 2 umurnya sekitar 14500 – 23000 SM/atau lebih tua. Sementara beberapa sample konsisten dengan apa yg di lakukan di Lab BATAN. Kita tahu laboratorium di Miami Florida ini bertaraf internasional yang kerap menjadi rujukan berbagai riset dunia terutama terkait carbon dating.[8]
Kedua laboratorium ini menjawab keraguan banyak pihak atas uji sampel di laboratorium BATAN. Sebelumnya,tim riset terpadu mandiri telah melakukan uji terkait usia Gunung Padang di laboratorium BATAN, namun tidak banyak respon positif, bahkan meragukannya. Padahal hasil yang diperoleh oleh kedua laboratorium itu tidak banyak berbeda, Sudah saatnya kita percaya terhadap kemampuan dan kualitas para ilmuwan serta laboratorium nasional seperti BATAN, berikut hasil uji di kedua laboratorium tersebut:
Umur dari lapisan tanah di dekat permukaan (60 cm di bawah permukaan) ,sekitar 600 tahun SM (hasil carbon dating dari sampel yg diperoleh Arkeolog, Dr. Ali Akbar,anggota tim riset terpadu di Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN).
Umur dari lapisan pasir-kerikil pada kedalaman sekitar 3-4 meter di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang di atasnya (sehingga bisa dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di lapisan atas dibuat) sekitar 4700 tahun SM atau lebih tua (diambil dari hasil analisis BATAN.
Umur lapisan tanah urug di kedalaman 4 meter diduga man made stuctures (struktur yang dibuat oleh manusia)dengan ruang yang diisi pasir (di kedalaman 8-10 meter) di bawah Teras 5 pada Bor-2,sekitar 7600-7800 SM (Laboratorium BETA Miami, Florida).[9]
Umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua (Lab Batan).
Umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter,sekitar 14500 – 25000 SM/atau lebih tua (lab BETA Miami Florida).
Sebelumnya tim riset katastropik purba dan dilanjutkan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang menemukan beberapa hal penting:
Penelitian Lebih Lanjut
Pembukaan semak-semak pada sisi Tenggara teras 5 ke arah bawah menemukan 20 tingkat terasering punden berundak disusun oleh masyarakat yang berbudaya gotong royong mempunyai kemampuan teknologi yang maju. Terasering punden berundak ini mematahkan hipotesis penelitian sebelumnya bahwa situs gunung Padang hanya terdiri dari 5 teras pada area seluas 900 m2. Dengan dibukanya 20 tingkat terasering menunjukan bahwa situs gunung Padang sangat besar. Diperkirakan zona inti utama situs gunung Padang lebih besar dari 25 hektare.[10][11]
Pembukaan semak-semak dan hasil pemindaian bumi dengan Georadar pada sisi Timur teras 2 ke arah bawah menemukan bentuk struktur pintu gerbang buatan manusia. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring 1, memastikan struktur buatan manusia sampai dengan kedalaman -27m dari permukaan teras 3. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring 2, menemukan struktur rongga2 besar buatan manusia yang berisi pasir dengan butiran yang sangat seragam. Sedangkan, hasil pengukuran dengan geomagnetik menemukan anomali medan magnetik yang besar pada teras 2.
Adanya tanda-tanda berbentuk gambar atau cekungan buatan manusia pada setiap batu yang berada di teras 1 s.d. 5. Penelitian mengenai makna bentuk gambar dan aksara yang terbentuk pada batu breksi andesit merupakan hal terbaru.[12]
Selain riset dan survei, kajian pustaka terus dilakukan. Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan suatu tempat "kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang Sunda) di hulu Ci Sokan, sungai yang diketahui berhulu di sekitar tempat situs ini[13]. Menurut legenda, Situs Gunung Padang merupakan tempat pertemuan berkala (kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuna. Saat ini situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli Sunda untuk melakukan pemujaan.
Penelitian mengenai keberadaan bangunan di bawah permukaan Gunung Padang telah dilakukan oleh beberapa tim ahli. Tim dari Badan Geologi ESDM, Kemenristek, dan Tim Arkeologi Nasional sudah menyimpulkan bahwa tidak ada bangunan di bawah permukaan gunung padang. Adapun luasan gunung padang adalah 900 meter persegi seperti sejak ditemukan NJ Krom. Ini kesimpulan akhir yang secara resmi hasil risetnya ada tertulis. Tim keempat, Tim terpadu Riset mandiri berkesimpulan berbeda dan sudah menemukan bukti kuat sebagai fakta awal bahwa ada bangunan di bawah permukaan gunung Padang, dan luasannya jauh lebih besar dari yang ada sekarang seperti yang disimpulkan ketiga tim lainnya. Dengan prinsip menghargai perbedaan dan menjaga etika riset, maka menjadi kewajiban tim terpadu untuk membuktikan lebih lanjut keseluruhan hipotesanya.
Jika dilihat dari atas, gunung padang terlihat sangat persis bentuknya dengan piramida yang ada di mesir. Umurnya diperkirakan jauh lebih tua dari pada piramida mesir sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Karena sesungguhnya gunung padang bukanlah gunung melainkan bangunan berbentuk mirip dengan piramida yang telah terkena timbunan debu vulkanik sehingga terlihat seperti gunung yang sudah ditumbuhi pepohonan. Didalam gunung padang dipercaya memiliki ruang di dalamnya yang kini telah tertimbun tanah.
Dalam situs gunung padang ditemukan alat musik yang berupa batu persegi panjang yang bergelombang pada bagian atasnya, jika setiap gelombang dipukul, maka akan mengeluarkan bunyi yang berbeda antar gelombang satu dengan yang lain.
Situs Gunung Padang Adalah Piramida
Dhani Irawan - detikNews Jakarta - Misteri masih menyelimuti situs Gunung Padang yang berada di Kabupaten Cianjur. Seorang arkeolog asal Bosnia Herzegovina, Semir Sam Osmanagich meyakini jika situs megalitik itu bisa dimasukkan ke dalam kategori peradaban piramida.
"Struktur bangunan piramida semuanya sama. Situs Gunung Padang sangat penting keberadaannya bagi ilmu pengetahuan dalam dan luar negeri," kata Sam saat diskusi soal situs Gunung Padang, di Auditorium Plaza Bank Mandiri, Jl Gatot Subroto, Rabu (14/5/2014).
Menurut Sam, piramida adalah sebuah bangunan atau bukit yang dimodifikasi oleh manusia. Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapa yang membangun situs itu dan bagaimana.
Sam pun mengatakan pembangunan piramida mempertimbangkan hal mendasar seperti lingkungan, sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sam melanjutkan, para pembangun piramida adalah manusia jenius yang mampu memanipulasi alam dan memanfaatkan energi di sekitarnya.
Sebenarnya situs ini sudah diteliti sejak 1914. Kemudian yang terbaru adalah Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang yang melakukan penelitian independen pada tahun 2011 sampai 2013.
Kontroversi
Ada beberapa orang yang percaya kalau situs gunung padang memiliki keterkaitan dengan situs piramida yang ada di mesir, dikarenakan bentuknya yang mirip dengan ruang di dalamnya dan karena umurnya yang jauh lebih tua dibandingkan piramida yang ada di mesir. Saat ini situs padang masih berada dalam masa pengkajian lebih lanjut.
Menelusuri misteri situs Gunung Padang. Usia "piramida" Gunung Padang diperkirakan 4.700-10.900 tahun sebelum Masehi—bandingkan dengan piramida Giza di Mesir, yang hanya 2.500 SM. Namun pembuktian belum maksimal, dan ini menyebabkan pakar geologi masih ragu terhadap "piramida" itu. Terlalu dini untuk diumumkan. Oleh karena itu Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang melanjutkan penelitiannya pada 2013 ini.[14] Hingga saat ini Gunung Padang sudah menjadi buah bibir setelah Tim Katastrofi Purba meneliti patahan gempa Sesar Cimandiri, sekitar empat kilometer ke arah utara dari situs tersebut.
Kontroversi merebak setelah Andi Arief merilis ada sejenis piramida di bawah Gunung Padang pada awal tahun lalu. Dia menyebutkan situs tersebut memiliki ruang dan seperti buatan manusia. Kecurigaannya berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir segitiga sama kaki jika dilihat dari utara. Sebelumnya, Tim juga menemukan bentuk serupa di Gunung Sadahurip di Garut dan Bukit Dago Pakar di Bandung saat meneliti Sesar Lembang. Andi Arief dan timnya direncanakan terus melakukan penelitian dan survei untuk mengetahui lebih jauh bawah permukaan Gunung Padang dengan berbagai metodologi, baik geofisika, arkeologi, paleosedimentasi, arsitektur dan kawasan, dan lain-lain hingga Maret 2014. Namun, untuk penggalian tidak dilakukan karena memerlukan biaya yang besar.
Menjelang akhir tahun 2012, para peneliti Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi hasil riset dan survei pada 2012 dan merencanakan riset lanjutan di Gunung Padang.[15] Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Staf Khusus Presiden pada 18 Desember 2012 itu, menghasilkan pandangan-pandangan baru dari para ahli yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri memaparkan dan mendiskusikan temuan-temuan riset dan langkah-langkah ke depan. Tim Geologi memandang bahwa survei dan kajian yang dilakukan sudah mencapai 99% telah mendapatkan data lengkap baik data hasil survei geolistrik, georadar, maupun geomagnetik, serta dan alat bantu geofisika lainnya. Selain tentunya citra satelit, foto IFSAR, kontur dan peta model dijital elevasi (DEM). Dari berbagai data yang dihasilkan itu, ditambah dengan pembuktian paleosedimentasi di beberapa titik bor sampling, serta analisa petrografi, secara saintifik bisa disimpulkan bahwa memang ada man-made structure di bawah permukaan situs Gunung Padang.
Bangunan di bawah permukaan ini juga dipastikan memiliki chamber dan bentuk-bentuk struktur lain (dugaan goa atau lorong), serta kecenderungan adanya anomali magnetik di berbagai lintasan alat geofisika. Temuan ini makin diperkuat dengan temuan Tim arkeologi yang berhasil menemukan artefak-artefak di barat dan timur bangunan Gunung Padang juga tersingkap, terutama di luar situs definitif saat ini. Bahkan temuan awal artefak berupa batu melengkung di sisi timur situs, menunjukkan dugaan kuat sebagai “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah permukaan Gunung Padang. Temuan arkeologi ini, merupakan temuan terbaru sejak situs ini pertama kali ditemukan.
Di samping itu, Tim sipil dan arsitek sudah sampai tahap maju, selain memaparkan berbagai jenis potongan batu (yang menunjukkan campur tangan manusia dan teknologi masa itu), juga memaparkan luasan situs yang jauh lebih besar dari yang ada sekarang. Tim ini sudah menemukan struktur yang hampir mirip dengan temuan di Sumba Nusa Tenggara Barat.
Dalam waktu dekat struktur imaginer yang lebih detail akan dibuat berdasarkan perbandingan yang ada. Sementara Tim astronomi akan menyelesaikan temuan timeline tahun pembuatan yang bisa secara saintifik dilakukan di luar hasil radio-carbon dating yang sudah dilakukan sampai validasi di dua lab yaitu labpratorium Badan Atom Nasional dan laboratorium radio-carbon di Miami Florida, Amerika Serikat.
Untuk ke depannya, peneliti akan berkonsentrasi pada lokasi yang berada di luar situs sehingga bentuk dan isi di dalamnya akan terbuka sekaligus.[16]
Penemuan Makam Tua
Pada awal Januari 2013 Tim Arkeologi yang dikomandoi arkeolog muda Universitas Indonesia, Ali Akbar, kembali merilis temuan 5 makam tua di areal yang kini menjadi objek penelitiannya. Hanya dua dari lima makam di sisi teras kelima areal situs itu yang memiliki artefak. Berdasarkan pengamatan, makam tersebut ada di areal situs megalitik sekitar tahun 1900-an. Dari beberapa makam yang ada, terdapat satu makam yang sedikit memberikan gambaran mengenai keberadaan makam dari sepasang nisan makam tersebut. Bila dilihat dari bentuk makamnya maka makam tersebut adalah milik umat Islam. Satu nisan bertuliskan huruf latin dan satunya lagi bertuliskan huruf Arab. Dengan ditemukannya makam tua tersebut, maka ada masyarakat yang tinggal dan menetap di situ. Kemudian ada jeda sampai NJ Krom menemukan situs tersebut dan melaporkannya ke pemerintah Belanda pada 1914.
Pada salah satu nisan tertera tulisan latin yang menerangkan nama jasad yang dimakamkan bernama "Hadi Winata" yang wafat pada tahun 1947. Almarhum tertulis juga wafat pada usia 68 tahun, artinya almarhum lahir pada tahun 1879. Di nisan lainnya, makam yang sama, tertera pula tulisan Arab, di nisan tersebut terbaca 'prabu' serta terdapat tahun hijriyah, 1356 H. Diperkirakan kemungkinan jasad yang dimakamkan itu merupakan golongan bangsawan bila sekilas diamati dari nama latin yang tercantum di nisan dan juga tulisan 'Prabu' di nisan berhuruf Arab. Para peneliti masih terus bekerja untuk bisa menaksir usia makam lainnya yang ada di areal Gunung Padang.
Penelitian Lanjutan
Awal Januari- Maret 2013 Tim Terpadu Riset Mandiri yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja (ahli kebumian), Dr. Ali Akbar (arkeolog), Dr. Andang Bachtiar (paleosedimentolog) kembali melakukan penelitian dan survei lanjutan, menyatakan bahwa, di bawah permukaan Gunung Padang: Ada struktur geologi tak alamiah, dengan hipotesis Teknologi canggih zaman purba. Untuk membuktikan hal tersebut, dilakukan penggalian arkeologi dan survei geolistrik detil di sekitar penggalian lereng timur bukit, di luar pagar situs cagar budaya.
Tim Dr. Ali Akbar menemukan bukti yang mengkonfirmasi hipotesa tim bahwa di bawah tanah Gunung Padang ada struktur bangunan buatan manusia yang terdiri dari susunan batu kolom andesit, sama seperti struktur teras batu yang sudah tersingkap, dan dijadikan situs budaya di atas bukit. Terlihat di kotak gali permukaan fitur, susunan batu kolom andesit ini sudah tertimbun lapisan tanah setebal setengah sampai dua meter yang bercampur bongkahan pecahan batu kolom andesit. Kotak gali arkeologi tim tersebut memperlihatkan permukaan bangunan yang disusun dari batu-batu kolom andesit yang sudah tertutup oleh lapisan tanah dengan bongkah-bongkah pecaan batuan. Batu kolom ini posisinya memanjang sejajar lapisan.
Batu-batu kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan arah memanjang hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur - N 70 E), sama dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat teras satu, dan undak lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan teras dua. Dari posisi horisontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan dengan pasti, bahwa batu-batu kolom atau “columnar joints” ini bukan dalam kondisi alamiah. Batu-batu kolom hasil pendinginan dan pelapukan batuan lava/intrusi vulkanis di alam maka arah memanjang kolomnya akan tegak lurus terhadap arah lapisan atau aliran seperti ditemukan di banyak tempat di dunia. Kenampakan susunan batu-kolom yang terkuak di kotak gali memang terlihat sangat rapi dan menyerupao kondisi alami.
Di akhir 2012 lalu, tim arkeolog lain yang bekerja terpisah dan sudah ikut menggali menyimpulkan batu-batu kolom andesit di bawah tanah Gunung Padang merupakan sumber batuan alamiahnya; mungkin karena mereka belum mempertimbangkan aspek geologinya dengan lengkap, dan juga tidak mengetahui data struktur bawah permukaan seperti diperlihatkan oleh hasil survei geolistrik.
Semen purba
Di antara batu-batu kolom, ditemukan material pengisi yang disebut sebagai semen purba. Material ini menata dan menyatukan batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping.[17] Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs.
Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta bahwa komposisi yang terkandung di dalam semen tersebut sangat kuat sebagai perekat. Material semen ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika, 14% mineral lempung, dan juga unsur karbon.
Barangkali ia menggabungkan konsep membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku utama silika, dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah. Tingginya kandungan silika mengindikasikan semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika. Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di batuan yang ada di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tak lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar besi “semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.
Oleh karena itu dapat disimpulkan material di antara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu teknik umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut.
Metalurgi purba
Indikasi adanya teknologi metalurgi purba diperkuat lagi oleh temuan segumpal material seperti logam sebesar 10 cm oleh tim Ali Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil dipermukaannya. Diduga material ini adalah adonan logam sisa pembakaran (“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga itu kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran.
Hasil analisis radiometrik dari kandungan unsur karbonn pada beberapa sampel semen di bor inti dari kedalaman 5 – 15 meter yang dilakukan pada 2012 di laboratorium bergengsi BETALAB, Miami, USA pada pertengahan 2012 menunjukan umur dengan kisaran antara 13.000 sampai 23.000 tahun lalu. Kemudian, hasil carbon dating dari lapisan tanah yang menutupi susunan batu kolom andesit di kedalaman 3-4 meter di Teras 5 menunjukkan umur sekitar 8700 tahun lalu.[18]
Sebelumnya hasil carbon dating yang dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan kuarsa yang mengisi rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10 meter di bawah Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur sama yaitu sekitar 13.000 tahun lalu. Fakta itu sangat kontroversial karena pengetahuan yang diyakini peneliti saat ini belum mengenal atau mengakui ada peradaban (tinggi) pada masa purba itu, di manapun di dunia. Penemuan tersebut memunculkan dugaan bahwa di masa prasejarah Indonesia, telah hidup peradaban yang menyerupai kemajuan peradaban Mesir saat pembangunan piramida.
Struktur bangunan dari susunan batu-batu kolom berdiameter sampai 50 cm dengan panjang bisa lebih dari 1 meter ini sudah sangat spektakuler karena bagaimanakah masyarakat purbakala dapat menyusun batu-batu besar yang sangat berat ini demikian rapi dan disemen pula oleh adonan material yang istimewa. Selanjutnya survei geolistrik yang dilakukan di sekitar lokasi pengalian oleh tim geologi/geofisika dari LabEarth LIPI, menguak fakta baru mengenai bangunan purba di bawah permukaan ini. Survei terbaru ini adalah survei mendetail sebagai lanjutan dari puluhan lintasan survei geolistrik 2-D, 3-D dan survei georadar yang sudah dilakukan pada tahun 2011, 2012 dan awal 2013 di sekujur badan Gunung Padang, dari kaki sampai puncak bukit. Hasil survei geolistrik memperlihatkan bahwa lapisan susunan batu kolom yang terlihat di kotak gali keberadaannya dapat diikuti terus sampai ke atas bersatu di bawah badan situs Gunung Padang di atas bukit, dan juga melebar sampai jauh ke kaki bukit.
Penampang struktur bawah permukaan berdasarkan resistivitas batuan dari lintasan geolistrik melewati kotak gali (testpit) arkeologi. Lapisan bangunan dari susunan kolom andesit terlihat menerus ke bagian bawah dari situs di atas bukit dan juga ke kaki bukit. Di bawahnya terlihat geometri unik yang diduga masih bangunan. Peralatan survey memakai Supersting R8 dan software Earth Imager. Model di atas memakai metoda Average Resistivity. Nilai RMS menunjukkan bahwa hasil simulasi dari model ini mempunyai perbedaan/tingkat kesalahan hanya 4% dibandingkan dengan data hasil survey.
Batuan Lava
Seorang ahli arsitektur Pon Purajatniko, anggota tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jawa Barat, menyatakan bahwa struktur teras-teras Gunung Padang mirip situs Machu Picchu di Peru.
Sampai saat ini penggalian dilakukan baru sampai kedalaman 4 meteran saja, namun survei geolistrik memperlihatkan di bawahnya masih ada kenampakan struktur bangunan dengan geometri yang terlihat menakjubkan sampai kedalaman lebih dari 10 meter. Hasil survei geolistrik, dan georadar juga sudah dapat memperlihatkan struktur (geologi) bawah permukaan yang membentuk morfologi bukit Gunung Padang adalah lapisan batuan dengan ketebalan 30-50 meter yang mempunyai nilai tahanan listrik (resistivitas) sangat tinggi (ribuan Ohm-Meter) berbentuk seperti lidah dengan posisi hampir horisontal, selaras dengan bukit memanjang utara-selatan, dan miring landai ke arah utara. Jadi selaras juga dengan undak-undak teras yang dibangun di atasnya.
Lapisan batu berbentuk seperti lidah ini juga mempunyai bidang miring yang rata ke arah barat dan timur bukit selaras dengan kemiringan lerengnya. Lapisan lava ini berada pada kedalaman lebih dari 10 meter di bawah permukaan. Dari data pemboran yang dilakukan oleh Dr. Andang Bachtiar dan juga analisis mikroskopik batuan dari sampel inti bor yang dilakukan oleh DR. Andri Subandrio, ahli geologi batuan gunung api dari Laboratorium Petrologi ITB, dapat dipastikan tubuh batuan dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan lava andesit, sama seperti tipe batu kolom dari situs Gunung Padang. Hal lain cukup menarik dari analisa petrologi adalah temuan banyaknya retakan-retakan mikroskopik pada sayatan tipis batu kolom andesit yang diduga non-alamiah karena retakan itu memotong kristal-kristal mineral penyusunnya.
Dari banyak penampang geolistrik, terlihat lidah lava andesit ini mempunyai leher intrusi (sumber terobosan batuan vulkanis dari bawah) berlokasi di area lereng selatan dari situs Gunung Padang. Jadi setelah cairan panas intrusi magma mencapai permukaan kemudian mengalir ke utara, dan setelah mendingin membentuk lidah lava tersebut. Yang masih menjadi pertanyaan adalah adalah apakah tubuh batuan lava di perut Gunung Padang ini adalah sumber dari batu-batu kolom andesit yang dipakai untuk menyusun situs? Kemungkinan hal ini benar karena sampai saat ini tidak ditemukan ada sumber batuan kolom andesit dalam radius beberapa kilometer dari Gunung Padang. Masalahnya tidak ada bekas-bekas penambangan, atau lapisan lava yang tersingkap di area Gunung Padang.
Jadi, apabila orang berhipotesa bahwa sumber batuannya dari dalam bukit, maka mau tidak mau harus juga mengasumsikan dulunya lapisan lava itu pernah tersingkap, atau ditambang oleh manusia purba, kemudian baru batu-batu kolom yang sudah diambil lalu disusun-ulang untuk menutupi sekujur badan lava menjadi satu mahakarya monumen arsitektur besar yang luar biasa.
Perlu juga dicatat bahwa mengekstraksi batu-batu kolom andesit dari batuan induknya bukanlah hal mudah karena harus dapat memisahkan batu-batu besar dan berat tersebut dengan utuh dari batuan induknya dalam jumlah sangat besar. Hal ini berbeda dengan penambangan batuan biasa yang tidak perlu kuatir dengan batu yang pecah dan dapat dilakukan dengan dengan peledakan dinamit. Pada abad kini atau ratusan tahun sebelumnya, di dunia ini tak pernah ada penambangan batu-batu kolom andesit untuk dipakai sebagai bata bangunan.
Perkembangan penelitian situs Gunung Padang
Tim Terpadu Riset Mandiri masih terus melakukan eskavasi (pemboran) untuk membuktikan keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5 meter. Sleain itu, perkiraan umur situs juga masih diteliti dengan memeriksa sampel-sampel dari situs ini. Dugaan sementara adalah situs Gunung Padang ini tidak dibangun dalam satu masa, tetapi melibatkan beberapa kebudayaan. Misalnya, yang membuat batu-batu kolom menjadi menhir-menhir, belum tentu sama dengan masyarakat yang membuat susunan batu-batu kolom dengan semen purba. Demikian juga bangunan susunan batu kolom andesit di permukaan, atau yang sudah tertimbun beberapa meter di bawah, belum tentu dibangun satu masa dengan struktur bangunan di bawahnya lagi. Situs ini dapat menjadi bukti peradaban tertua manusia yang tanpa diketahui hilang dari informasi pra-sejarah Indonesia.[19]
Temuan Besar Pertama Sejak Indonesia Merdeka
Sejak tahun 1998 Situs Gunung Padang sudah menjadi cagar budaya berdasarkan Kepmendikbud tahun 1998 dan dikenal sebagai situs megalitik yang menempati area seluas 3.094,59m2 di puncak bukit, berupa struktur teras‐teras yang disusun batu‐batu kolom (columnar joint rocks). Situs ini sudah mulai diteliti oleh Arkenas, Balar Arkeologi (BALAR) dan institusi lainnya sejak tahun 1980‐an dan terus berlanjut setelah 1998 sampai tahun 2014. Sejalan dengan itu situs ini juga sudah dijadikan tempat wisata. Walaupun situs megalitik ini sebetulnya sangat unik, cukup besar, dan berada pada lokasi yang sangat asri, namun sampai tahun 2011 masih jarang dikunjungi wisatawan.
Baru setelah Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) melakukan penelitian sejak Oktober 2011 dan kemudian giat mempublikasikan hasil penelitiannya ke meda-massa (scientific journalism) yang cukup mengejutkan dan menuai kontroversi, maka situs Gunung Padang mulai ramai dikunjungi masyarakat berbagai kalangan dari berbagai daerah. Dari pengunjung yang hanya puluhan menjadi ribuan setiap minggunya. Sekarang, situs Gunung Padang sudah menjadi buah bibir dimana-mana diberbagai kalangan baik di dalam negeri ataupun luar negeri.
TTRM adalah yang pertama di Indonesia merintis penelitian dalam wilayah cagar budaya dengan pendekatan multi disiplin dan menggunakan hampir semua teknologi pemindaian permukaan dan bawah permukaan yang biasa dipakai dalam disiplin ilmu geologi dan geofisika.
Sebenarnya pendekatan dan teknologi yang digunakan ini sudah dilakukan di dunia internasional dan sudah masuk dalam materi perkuliahan di bidang arkeologi, namun untuk Indonesia prakteknya masih sangat langka. Hal ini menjadi salah satu alasan kenapa penelitian TTRM menjadi kontroversi, khususnya di kalangan ahli arkeologi bahkan juga ahli geologi.
Selain penggunaan konsep dan metoda baru sejak ditemukannya situs‐situs besar budaya pada masa pemerintahan Inggris dan Belanda, seperti Candi Borobudur dan Trowulan , belum pernah ada lagi temuan monumen besar peradaban masa lalu sehingga temuan monumen besar di bawah permukaan situs Gunung Padang. Temuan ini boleh dibilang menjadi temuan besar pertama sejak zaman kemerdekaan Indonesia. Hal ini tentu juga menyebabkan banyak kekagetan dan 'kecanggungan' dalam menyikapi dan menindaklanjutinya.
Temuan baru hasil penelitian TTRM sejak tahun 2011 sampai awal 2014 adalah sebagai berikut:
1) Penyebaran lateral situs megalitik (Lapisan 1) meliputi seluruh bukit 
Hasil survei lapangan dan pemindaian struktur bawah permukaan hasil survei geolistrik dan georadar dan juga survei arkeologi permukaan memperlihatkan bahwa Lapisan-1 melampar tidak hanya di bagian atas bukit seperti yang didefinisikan oleh Kemendikbud 1998. Namun melampar jauh sampai ke badan bukit seluas 15 hektar (±150.000 m2), bahkan jika diukur dengan bagian 'halaman' situs  mencapai 29 hektar.
2) Temuan Lapisan Batuan artifisial (lapisan bangunan) di bawah permukaan 
Di bawah permukaan masih terdapat Lapisan-2 yang tersusun dari kolom‐kolom batu yang serupa dengan yang di atas permukaan, namun tertata lebih rapih dan kompak serta terdapat matriks perekat diantara batu‐batu kolomnya hingga kedalaman 4‐5m. Di bawah Lapisan-2 hingg kedalaman 15 meter masih terdapat susunan lapisan batu‐batu kolom yang diduga masih artifisial atau lapisan bangunan, disebut sebagai Lapisan-3 dan Lapisan-4.
3) Temuan Lapisan 4
Formasi batuan lava andesit alamiah yang diduga sudah dibentuk menjadi bagian inti dari bangunan. Pemboran geologi menembus tubuh batuan lava andesit di kedalaman 15 meter sesuai dengan hasil pemindaian georadar, geolistrik, dan seismik tomografi. Tubuh lava ini kemungkinan merupakan formasi batuan alamiah Gunung padang tapi sudah dipahat oleh manusia menjadi bagian inti dari bangunan Gunung Padang.
4) Dugaan keberadaan rongga‐rongga di bawah permukaan 
Keberadaan rongga‐rongga besar di bawah permukaan diindikasikan dengan konsisten dari banyak Lintasan georadar dan geolistrik 2D, 3D dan seismik tomografi. Kemudian, pada dua lokasi pemboran di sisi selatan (GP‐2) dan sisi timur (GP‐4) di Teras-5 mengalami “partial” dan “total waterloss” dari sirkulasi air bor (32.000 liter air).
5) Temuan lapisan tanah timbun
Lapisan tanah yang menutup permukaan atas bukit Gunung Padang dominan berupa tanah timbun, bukan residual soil. Hal ini jelas terlihat karena tidak adanya gradasi pelapukan dari tanah di atasnya ke Lapisan-2, namun miliki kontak 'tegas'. Fakta lain yang mengejutkan, sisi selatan Teras-5 ternyata ditimbun setebal 7 meter, ditunjukan oleh eskavasi sedalam 3 meter, dan pemboran di GP‐2 (mencapai kedalaman 15 meter).
6) Analisa baru untuk pentarikhan Umur‐umur absolut (lapisan‐lapisan) situs dengan Carbon Dating
Penelitian terdahulu dari tahun 1980 sampai 2011 tidak pernah lakukan penentuan umur situs secara absolut, melainkan hany berdasarkan 'perkiraan' dengan mengklasifikasikan Situs Gunung Padang sebagai produk budaya megalitik dari zaman pra‐sejarah sesuai dengan literatur yang ada dan amat terbatas. Dalam hal ini baru TTRM yang pertamakali dan masih satu‐satunya yang melakukan penentuan umur absolut situs dengan metoda karbon dating, terlepas dari kekurangannya. Hasil sementara mengindikasikan bahwa umur situs Lapisan-1 berkisar 500‐100 SM atau lebih muda, Lapisan-2 sekitar 5000 SM, dan Lapisan di bawahnya lebih tua dari 8000 SM. Umur karbon tertua yang diambil dari sampel tanah diantara lapisan batuan, yakni berumur 26.000 tahun. Analisis lebih detil dan komprehensif diperlukan untuk verifikasi.
Setelah melalui perjalanan panjang dan berliku‐liku akhirnya pada tanggal 17 Agustus 2014 dibentuk Tim Nasional untuk Pelestarian dan Pengelolaan Situs Gunung Padang, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 225/P/2014. Tim nasional ini terdiri dari para peneliti yang berasal dari TTRM ditambah para ahli dari berbagai institusi di seluruh Indonesia. Kemudian berdasarkan perintah Presiden kepada Kepala Staf Angkatan Darat, dan penugasan dari Mendikbud, serta dukungan penuh dari Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (PCBM) selaku Ketua Timnas kepada para peneliti, maka sejak 12 Agustus sampai dengan 2 Oktober 2014 dilakukan kegiatan penelitian bekerjasama dengan TNI‐AD. Peran serta TNI dalam hal ini, yakni membantu secara teknis dalam pelaksanaan penelitian dalam kerangka program karya bakti sosial untuk menunjang kegiatan penelitian, membantu masyarakat setempat, serta merenovasi infrastruktur pendukung situs.
Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk akselerasi riset dalam menuntaskan pembuktian temuan‐temuan baru TTRM dan persiapan pra‐pemugaran serta pengembangan kawasan, sesuai dengan amanat yang termuat dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 430.05/Kep.302‐Disparbud/2014, dan nomor: 30.05/Kep.303‐Disparbud/2014, serta arahan Presiden RI yang disampaikan langsung di Gunung Padang pada 25 Februari 2014. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan sebagai penelitian awal, yang hasilnya akan dijadikan masukan yang akan ditindaklanjuti Tim Nasional Gunung Padang agar dapat bergerak lebih cepat dalam menginisiasi program kerja penelitian  tim nasional ke depan.
Atas ketekunan dan kerja keras para peneliti dan pasukan TNI, kegiatan penelitian berjalan dengan baik, lancar, sangat efisien dan produktif. Walaupun dengan peralatan dan dana masih menggunakan secara swadaya (mandiri). Hanya dalam waktu relatif singkat (2 bulan) tim peneliti berhasil membuat kotak gali geologi‐arkeologi sebanyak 11 buah (termasuk bekas tebing longsor yang dibersihkan) di berbagai lokasi situs dan pemboran geologi di tiga lokasi yang di‐desain untuk membuktikan hasil penelitian TTRM. Lokasi ekskavasi dinamakan: Alpha, Beta‐1, Beta‐2, Charlie‐1, Charlie‐2, Charlie‐3, Charlie‐4 Delta, Echo‐1, Echo‐2, dan Fanta dengan kedalaman eskavasi bervariasi, dari 2 s.d. 5 meter, kecuali Echo‐1 sampai 11 meter. Khusus Beta‐2, tidak dikatakan kotak gali, melainkan muka tebing longsor yang dibersihkan dari semak-belukar, sehingga dapat terlihat struktur lapisan tanah dan batuannya untuk mendapatkan data dan kemudian dianalisa. Lokasi pemboran dinamakan: GP‐5 (di Teras-5), GP‐6 dan GP‐7 (di Teras-2) dengan kedalaman bervariasi secara berurutan, 35 meter, 22 meter, dan 22 meter, yang dilakukan untuk melengkapi data 4 lokasi pemboran sebelumnya (GP‐1, 2, 3, 4, pada 2012, 2013).
Hasil eskavasi dan pemboran berhasil membuktikan temuan‐temuan TTRM. Hasil pembersihan lereng‐lereng dari semak‐belukar dan pepohonan liar, yang kemudian dilanjutka dengan pemotretan udara 3D digital dengan menggunakan pesawat drone, kamera Go‐Pro dan AGI Software dapat memperlihatkan bentuk bukit Gunung Padang secara utuh. Hasil fotografi udara tersebut, secara nyata memperlihatkan sebagian terasering lapisan batuan kolom di badan bukit, serta mengesankan keberadaan bangunan struktur mirip piramida di bawah bukit. Selain itu, hasil penelitian pada kotak ekskavasi berhasil membuktikan secara nyata dan tuntas tanpa keraguan keberadaan lapisan batuan artifisial atau bangunan yang tertimbun tanah di bawah permukaan situs megalitik di atas bukit dan juga di lereng‐lerengnya.
Pada kegiatan kali ini yang menjadi fokus pembuktian adalah Lapisan-2 yang hanya tertimbun tidak lebih dari 2‐3 meter di bawah permukaan tanah. Struktur bangunan ini terbukti ada, dan melampar di bawah situs megalitik di atas bukit sampai ke lereng badan bukitnya. Orientasi batu‐batu kolomnya sangat teratur, kokoh dan rapih, nyaris sepintas seperti struktur "columnar joint" alamiah (collonade). Perbedaan tegas antara batu kolom yang tersusun secara artificial dan yang tersusun secara alamiah adalah: struktur "columnar joint" alamiah terbentuk ketika lava atau cairan magma membeku arah memanjang kolomnya selalu tegak lurus permukaan pendinginan (=bidang lapisan), dan hubungan antar bidang kolomnya saling mengunci (interlocking), sangat rapat, tanpa terisi matriks. Sedangkan di Gunung Padang batuan kolomnya sejajar bidang lapisan, antar bidang permukaan kolom tidak selalu saling mengunci, dan selalu dipisahkan oleh matriks (perekat atau semen) rata‐rata setebal 5‐10cm, disusun secara baik (artificial/man-made) oleh manusia pembangunnya.
Geometri dan struktur susunan batuan artifisial, khususnya lapisan 2 dibuktikan oleh eskavasi dan rekonstruksi bawah permukaan.
Disamping itu, bukti arkeologis/arsitektur yang mendukung adalah ditemukan banyak artefak batu yang berfungsi sebagai pasak‐pasak atau kolom‐kolom batu yang sudah dipahat membentuk geometri tertentu, yang diduga berfungsi sebagai 'pengunci' susunan batu, serta aspek‐aspek struktur artifisial bangunan. Selain itu, ditemukan juga banyak artefak sangat unik lainnya pada kedalaman 1-2 meter dibawah permukaan di mana Lapisan-2 berada. Di bagian Teras-1 dan Teras-5, terlihat orientasi struktur kolom batu tegak lurus dengan arah memanjang situs. Di atas bukit batu‐batu kolom ini, umumnya horisontal sedangkan di lereng barat dan timur membentuk sudut sekitar 10‐150 derajat, searah dengan kemiringan lerengnya. Di pawah permukaan pada galian ekskavasi di Teras-2 dan lereng timur batu‐batu kolom ini secara unik disusun membentuk sudut sekitar 150 (sudut tajam menghadap utara). Tahap selanjutnya, perlu dilakukan eskavasi lebih ekstensif lagi untuk mengetahui arsitektur bangunan lebih detil dan komprehensif.
Dalam kegiatan ini sudah dilakukan usaha sistematis untuk meneliti keberadaan ruang‐ruang di bawah permukaan, dan sudah mulai dilakukan. Hasilnya sudah didapatkannya titik terang namun belum dapat dituntaskan karena keterbatasan waktu. Untuk melanjutkannya, dibutuhkan waktu yang cukup, peralatan memadai, serta didukung data bawah permukaan dan ekskavasi yang lebih ekstensif.
Gunung Padang Piramida khas Nusantara
Terbuktinya struktur bawah permukaan situs Gunung Padang, menunjukkan bahwa temuan ini bukan situs megalitik cagar budaya biasa. Melainkan sebuah temuan monumen bangunan raksasa yang unik dan luarbiasa dari leluhur bangsa Nusantara ribuan tahun sebelum masehi. Bentuknya mirip dengan struktur piramida tapi tidak sama dengan piramida di Mesir atau di Amerika selatan (peradaban Maya ataupun Mexico). Monumen peradaban maju zaman prasejarah ini layak disebut sebagai "Piramida khas Nusantara". Eksplorasi belum selesai namun bisa dipastikan di dalamnya masih banyak menyimpan misteri warisan budaya "beyond imagination".
Ke depan karena akan memerlukan proses eskavasi yang sangat intensif maka disarankan mulai masuk ke tahap pemugaran bersamaan dengan penelitian lanjutan, penanganannya harus dilakukan secara multi‐disipliner dan lintas sektoral karena menyangkut banyak aspek dan kepentingan. Termasuk aspek vital‐strategisnya untuk dijadikan kebanggaan nasional dan simbol jati diri bangsa yang besar dan luhur. Lebih jauh lagi, temuan besar di Gunung Padang dapat menjadi awal dan model untuk eksplorasi‐penelitian lebih luas dalam mengungkap kekayaan warisan leluhur di seluruh wilayah Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar